To travel is to take a risk …
from: galleninsurance.com
Tadi siang terjadi perbincangan di grup bbm
tentang teman saya yang akan melakukan petualangan ke India. Perjalanannya
mengandung risiko, karena saat pulang nanti ia harus berjibaku dengan waktu
untuk berpindah antara dua bandara di Malaysia, demi mengejar pesawat pulang ke
Jakarta yang memang berbeda maskapai. Mengandung risiko, karena jeda waktu yang
ia miliki hanya 2,5 jam, dengan asumsi penerbangan berlangsung tepat waktu!
Beberapa hari ini DKI Jakarta diguyur hujan
teramat deras dalam kurun waktu yang lama hingga mengakibatkan banyak daerah
terendam banjir parah, bahkan hingga beberapa meter. Akses menuju antar wilayah
di provinsi ini pun banyak terhalang, yang terutama menjadi perhatian adalah
akses menuju bandara. Hingga membutuhkan kendaraan besar semacam truk untuk
mengangkut calon penumpang pesawat terbang menuju bandara. Hal yang tak luput
dari perhatian saya, karena saya juga akan melakukan perjalanan udara pada
tanggal 24 Januari 2013, lima hari lagi. Tentunya saya berharap keadaan
berangsur pulih, namun yang membuat saya berpikir ulang adalah dengan adanya
berita bahwa DKI Jakarta ditetapkan dalam kondisi siaga hingga tanggal 27
Januari 2013. Bahkan diperkirakan pada tanggal itu kondisi banjir akan mencapai
puncaknya karena laut pasang hingga disebutkan Jakarta dalam kondisi…. tenggelam.
Saya khawatir, tentu saja. Pada tanggal yang
dimaksudkan menjadi puncak banjir di Jakarta tersebut, saya malah baru bertolak
dari Padang menuju Jakarta, pada malam hari, menjelang tengah malam lebih
tepatnya. Apa jadinya jika yang diperkirakan terjadi? Saya tidak bisa
membayangkan jika saya harus terisolasi di bandara dan tidak bisa beranjak menuju kota, kembali
ke tempat tinggal saya yang sebenarnya tidak terkena banjir. Saya kan berencana
tanggal 28 nya langsung masuk kerja. Apa jadinya kalau saya harus merogoh kocek
lebih dalam untuk transportasi menuju kota, padahal uang untuk bekal di Padang
saja saya sudah pas-pasan? Haruskah saya membatalkan rencana perjalanan saya?
Selalu ada risiko dalam sebuah perjalanan.
Selalu ada tantangan dan hambatan yang akan kita temui setiap kita melakukan
perpindahan. Jika ingin memiliki hidup yang tenang-tenang dan tanpa risiko,
jalani saja hari-harimu dengan biasa, tanpa perlu melakukan sesuatu yang
istimewa. Ini bukan pertama kalinya saya traveling
dengan risiko yang menyertai. Saya ingat, Thailand juga sedang dalam kondisi
siaga banjir di bulan Oktober 2011 saat saya berencana melakukan perjalanan ke sana, pada
tanggal 14-16 Oktober 2011. Kota tujuan saya adalah Bangkok, dan banyak berita
berseliweran tentang kondisi banjir di Bangkok. Banyak tanya melintas apakah
kota Bangkok masih aman untuk dikunjungi. Perasaan antusias saya saat hendak
melakukan solo traveling ke luar
negeri pertama kali pun berubah menjadi khawatir dan gugup. Gugup kalau-kalau diri
saya yang ingin tetap melanjutkan rencana ini, akan menemui ganjaran yang tidak
baik.
Lalu apa yang saya lakukan? Setiap hari saya
terus memantau kabar terkini tentang Bangkok dari media sosial. Hingga akhirnya
sumber terpercaya yang ada di Bangkok menyatakan kota itu masih kondusif, maka
saya memutuskan untuk tetap berangkat. Hasilnya? Di sana perjalanan saya ke
beberapa tujuan memang sering disertai dengan hujan deras, namun syukurlah
tidak sampai terjadi banjir parah, hanya jalan yang tergenang sampai batas mata
kaki. Perjalanan tersebut pun menjadi salah satu yang saya kenang sampai
sekarang, karena pertemuan dengan orang-orang asing yang menyenangkan.
Ada risiko yang diambil dalam sebuah
perjalanan. Kenyataannya, hal ini akan membuat kita menjadi semakin pintar dan
mawas diri. Risiko ada bukan untuk membuat kita gegabah dan jumawa dengan
beranggapan kita pasti bisa melaluinya. Bukan. Menurut saya, risiko tercipta
untuk menguji sejauh mana ketangguhan dan ketahanan mental kita. Saya tak akan
mengambil suatu risiko jika saya tahu dengan jelas hal tersebut dapat
menggugurkan rencana-rencana baik saya. Saya juga tak bisa mengatakan bahwa
saya ulung dalam hal menjalani sesuatu yang berisiko. Tapi yang saya lakukan adalah
meyakinkan diri saya dengan mengumpulkan setiap informasi yang diperlukan.
Sampai suatu daerah dinyatakan benar-benar tertutup, saya rasa masih ada
peluang untuk tetap melakukan perjalanan.
Saya tak mau buta dengan risiko, pun tak mau
gegabah. Jadi sampai sekarang, saya terus memantau kondisi Jakarta sambil
berdoa kota ini segera dipulihkan. Bukan hanya untuk tujuan rencana perjalanan
saya, namun lebih-lebih untuk keselamatan kota ini. Kota tempat saya hidup dan
meraih mimpi-mimpi saya. Kota yang menjadi penghubung untuk saya dapat
menjalani passion saya. Dan saya juga
beranggapan, memikirkan hal terburuk yang mungkin terjadi tak melulu menjadi
sebuah doa yang jelek, namun agar saya bisa memikirkan antisipasi yang bisa
saya lakukan jika hal tersebut terjadi. Toh jika akhirnya hal buruk atau risiko
tersebut tidak terjadi, saya sendiri yang merasa lega. Tak ada kata rugi untuk
sebuah persiapan antisipasi dini. :)
dinoy
hehehehe.. jakarta tetaplah kota yang bersahabat, semalam apapun itu..
ReplyDeleteyou sure? dengan tindak kriminal yang sering terjadi belakangan ini?? :|
ReplyDelete17 jan 2013 saat jakarta banjir besar, saya berjuang menuju gambir untuk naik bus damri ke bandara.
ReplyDeleteNaik ojek dan jalan kaki menembus banjir, untuk pesawat jam 15.10 dan saya jalan jam 9 dari rumah.
Kaishan ibu2 yg pesawat jam 9 pagi tetapi jam 10 masih baru sampai gambir naik damri.
Banjir oh banjirrrrrr