Malam ini, tiba-tiba saja saya ingin makan tahu tek (atau biasa juga disebut tahu telur). Maka sepulang kerja saya menumpangi metromini untuk menuju warung tenda di daerah Panglima Polim, tempat makan yang menjual tahu tek dan tahu campur yang pernah saya cicipi beberapa waktu lampau. Tapi karena saya sudah terlalu lama tidak singgah di warung tenda tersebut, rupanya saya salah berhenti dan warung tendanya masih jauh dari tempat saya memutuskan turun dari metromini tadi. Sejenak saya berpikir untuk menunggu metromini selanjutnya demi memenuhi keinginan saya makan tahu tek. Saya melihat di sekitar saya, ada gerobak penjual 'Bakmi Jogja'. Saya pikir, saya masih bisa menikmati tahu tek lain kali, daripada harus naik metromini lagi, mending saya mencoba makanan ini saja.
Ini memang bukan pertama kalinya saya makan bakmi Jogja, saya sudah pernah mencoba makanan ini di dua tempat yang berbeda. Tapi tidak ada salahnya saya mencobanya lagi, dan mencoba menceritakan bagaimana rasanya kepada anda ..
'Godog opo goreng ?'
Pertama kali menyebutkan pesanan satu bakmi Jogja makan di tempat, saya langsung ditawari pilihan oleh mas-mas penjual yang memakai kemeja batik -sepertinya tampak menghayati daerah asal makanan yang dijajakannya. "Godog (rebus) atau goreng?" tanyanya. Karena saya sedang ingin menikmati makanan berkuah hangat, maka saya memilih bakmi yang dimasak dengan cara direbus.
Sekitar lima belas menit kemudian, tersaji di hadapan saya sepiring bakmi rebus dengan kuahnya yang melimpah, juga ditemani piring lain dengan ukuran lebih kecil yang berisi kerupuk. Taburan bawang goreng, potongan tomat, irisan daun bawang dan kol, serta suwiran daging ayam melengkapi hidangan untaian mi berwarna kuning tersebut. Tak lupa juga telur ayam dipecahkan dan dicampurkan acak ke dalam sajian bakmi Jogja ini. Saya mulai menyendok kuah yang tampak panas dengan uapnya yang mengepul. Meniupnya perlahan dan menyuapkannya ke dalam mulut. Permukaan lidah saya disapa oleh sebentuk rasa gurih-sedap yang ditawarkan oleh kuah dari bakmi rebus ini. Ada rasa asin yang tidak berlebihan yang bisa saya kecap. Selanjutnya saya mulai menyuapkan menu utamanya: bakmi itu sendiri. Mi nya terasa liat, bentuknya yang bulat kecil terasa pas saat dikunyah, dan dimakan bersama pelengkap lain seperti daging ayam dan daun bawang menambah kegurihan bakmi ini. Sungguh sajian yang mantap dinikmati sambil menghangatkan badan.
Arang, kunci rahasia si bakmi Jogja
Ketika saya menoleh ke gerobak di samping saya dan memperhatikan cara memasak makanan ini, saya mendapati wajan dan tungku arang digunakan sebagai alat mengolahnya. Sepertinya hal ini juga turut membuat bakmi yang saya santap menjadi lebih sedap dan memiliki rasa yang khas. Memasak menggunakan arang memiliki kelebihan yaitu menjaga keaslian cita rasa dan aroma dari bahan-bahan dasar yang digunakan dalam memasak.
Ketika saya menoleh ke gerobak di samping saya dan memperhatikan cara memasak makanan ini, saya mendapati wajan dan tungku arang digunakan sebagai alat mengolahnya. Sepertinya hal ini juga turut membuat bakmi yang saya santap menjadi lebih sedap dan memiliki rasa yang khas. Memasak menggunakan arang memiliki kelebihan yaitu menjaga keaslian cita rasa dan aroma dari bahan-bahan dasar yang digunakan dalam memasak.
Seporsi besar Bakmi Godog Jogja yang mengenyangkan dengan kerupuk sebagai peneman dihargai sejumlah Rp 12.000, dan juga minuman hangat teh manis senilai Rp 3.000. Saya pun meninggalkan tempat tersebut dengan perut kenyang dan puas, tak menyesal jika hari ini tidak jadi menyantap tahu tek. :)
dinoy
Nikmat banget bakmi godog jogja, tehnik masak juga sangat berpengaruh ya :)
ReplyDeletehe eh, karena masak pake arang juga harus memperhatikan waktu yang diperlukan biar matangnya pas toh, ya? Matur nuwun sudah mampir :)
ReplyDelete