Monday, January 28, 2013

Sumatera Barat: Pesona Wisata yang Lengkap!

 
at Ngarai Sianok, Bukittinggi




Di liburan akhir pekan yang panjang tanggal 24 - 27 Januari 2013, saya dan enam kawan pejalan lainnya berkesempatan untuk mengunjungi Sumatera Barat. Dan sebelum lupa, saya akan mencoba merangkum perjalanan kami selama empat hari di provinsi ini. Perjalanan kami memang berawal dan berakhir di kota Padang, sebagai titik tolak pesawat dari dan menuju Jakarta. Namun selama empat hari kami lebih banyak mengunjungi tempat-tempat menarik yang ada di luar kota Padang, antara lain: 
Tanggal 24: 
Mengunjungi Lembah Anai dan Minang Village (melihat rumah gadang dan mencoba pakaian adat Minang) yang ada di Padang Panjang, Danau Maninjau di Kabupaten Agam, dan Jam Gadang di Bukittinggi, sekaligus menginap di guesthouse di Bukittinggi. Untuk wisata kuliner, di hari pertama saya mencicipi Sate Mak Syukur dan Teh Taluak (Teh Telur) di Padang Panjang, juga Es Tebak di Bukittinggi. 

Sate Mak Syukur, Padang Panjang

Mencoba baju adat di Minang Village, Padang Panjang

Jam Gadang, Bukittinggi


Tanggal 25:
Masih di Bukittinggi, kami berkeliling Ngarai Sianok dan masuk ke Lubang Jepang, menikmati kuliner khas Gulai Itiak Lado Mudo di sekitar Ngarai Sianok, lalu beranjak menuju Payakumbuh untuk melihat pesona Lembah Harau. Malamnya kami kembali ke Bukittinggi dan melahap nasi kapau yang nikmat.
Lembah Harau, Payakumbuh
Tanggal 26:
Meninggalkan Bukittinggi, kami pun menuju Sawahlunto. Tempat terakhir yang kami kunjungi di Bukittinggi adalah kediaman Bung Hatta, wakil presiden pertama Indonesia. Lalu kami singgah juga di Tabek Patah untuk mengagumi pemandangan terasering sawah dilatar belakangi pegunungan, sambil menyesap teh dan kopi khas yang disediakan di sebuah kedai yang nyaman. Lalu mampir juga di Istana Basa Pagaruyung di Batu Sangkar untuk melihat rumah gadang yang besar. Sampai di Sawahlunto, kami mengunjungi Museum Gudang Ransum, Lubang Tambang Mbah Suro, dan malamnya melihat kerlip kota Sawahlunto dari Puncak Cemara. Menginap di salah satu homestay yang dikelola warga lokal juga memberi pengalaman menarik bagi kami, tak lupa sensasi menumpangi mobil bak terbuka menuju Puncak Cemara yang diakhiri dengan bercengkerama di alun-alun kota. Hehehe ^^ Di Sawahlunto ini saya juga menyempatkan mencicipi Martabak Kubang Mesir dan sekali lagi minum teh taluak untuk menghangatkan badan.
Tabek Patah

Tanggal 27:
Di hari terakhir ini, kami beranjak dari Sawahlunto menuju kota Padang. Di dalam perjalanan kami mampir di Solok untuk menghirup udara segar di Kebun Teh dan memandangi pesona Danau Kembar. Makan siang dengan kuliner khas dendeng batokok menyertai kenikmatan perjalanan kami, sebelum benar-benar menuju kota Padang. Di Padang, kami mengunjungi kawasan Kota Tua, melewati Teluk Bayur, singgah di Pantai Air Manis tempat batu Malin Kundang si anak durhaka, lalu mampir di Jembatan Siti Nurbaya. Setelah itu merasakan sensasi es durian Ganti Nan Lamo di Jl. Pulau Karam, dan tertegun menyaksikan proses tenggelamnya matahari di Pantai Padang, hingga akhirnya menuju Bandara Internasional Minangkabau untuk kembali menuju Jakarta.
Dendeng Batokok, Solok

Es Durian Ganti Nan Lamo

sunset di Pantai Padang

Sebuah perjalanan yang menyenangkan dan lengkap, karena dalam empat hari ini kami bisa menikmati wisata alam, budaya, sejarah, juga kuliner sekaligus. Sebuah perjalanan yang mengasyikkan bersama Nia, Achiedz, Fendry, Happy, Rika, dan Tatz. Saya merekomendasikan Sumatera Barat sebagai salah satu provinsi tujuan wisata bagi para pejalan. Saya harap nanti saya akan bisa menguraikan lebih rinci lagi tentang perjalanan kami, namun sementara artikel inilah yang menjadi pengingat bagi saya. Indonesia memang luar biasa indah, kawan. :)

Saturday, January 19, 2013

to travel is to take a risk …



 To travel is to take a risk …

from: galleninsurance.com

Tadi siang terjadi perbincangan di grup bbm tentang teman saya yang akan melakukan petualangan ke India. Perjalanannya mengandung risiko, karena saat pulang nanti ia harus berjibaku dengan waktu untuk berpindah antara dua bandara di Malaysia, demi mengejar pesawat pulang ke Jakarta yang memang berbeda maskapai. Mengandung risiko, karena jeda waktu yang ia miliki hanya 2,5 jam, dengan asumsi penerbangan berlangsung tepat waktu!

Beberapa hari ini DKI Jakarta diguyur hujan teramat deras dalam kurun waktu yang lama hingga mengakibatkan banyak daerah terendam banjir parah, bahkan hingga beberapa meter. Akses menuju antar wilayah di provinsi ini pun banyak terhalang, yang terutama menjadi perhatian adalah akses menuju bandara. Hingga membutuhkan kendaraan besar semacam truk untuk mengangkut calon penumpang pesawat terbang menuju bandara. Hal yang tak luput dari perhatian saya, karena saya juga akan melakukan perjalanan udara pada tanggal 24 Januari 2013, lima hari lagi. Tentunya saya berharap keadaan berangsur pulih, namun yang membuat saya berpikir ulang adalah dengan adanya berita bahwa DKI Jakarta ditetapkan dalam kondisi siaga hingga tanggal 27 Januari 2013. Bahkan diperkirakan pada tanggal itu kondisi banjir akan mencapai puncaknya karena laut pasang hingga disebutkan Jakarta dalam kondisi…. tenggelam.

Saya khawatir, tentu saja. Pada tanggal yang dimaksudkan menjadi puncak banjir di Jakarta tersebut, saya malah baru bertolak dari Padang menuju Jakarta, pada malam hari, menjelang tengah malam lebih tepatnya. Apa jadinya jika yang diperkirakan terjadi? Saya tidak bisa membayangkan jika saya harus terisolasi di bandara  dan tidak bisa beranjak menuju kota, kembali ke tempat tinggal saya yang sebenarnya tidak terkena banjir. Saya kan berencana tanggal 28 nya langsung masuk kerja. Apa jadinya kalau saya harus merogoh kocek lebih dalam untuk transportasi menuju kota, padahal uang untuk bekal di Padang saja saya sudah pas-pasan? Haruskah saya membatalkan rencana perjalanan saya?

Selalu ada risiko dalam sebuah perjalanan. Selalu ada tantangan dan hambatan yang akan kita temui setiap kita melakukan perpindahan. Jika ingin memiliki hidup yang tenang-tenang dan tanpa risiko, jalani saja hari-harimu dengan biasa, tanpa perlu melakukan sesuatu yang istimewa. Ini bukan pertama kalinya saya traveling dengan risiko yang menyertai. Saya ingat, Thailand juga sedang dalam kondisi siaga banjir di bulan Oktober 2011 saat saya  berencana melakukan perjalanan ke sana, pada tanggal 14-16 Oktober 2011. Kota tujuan saya adalah Bangkok, dan banyak berita berseliweran tentang kondisi banjir di Bangkok. Banyak tanya melintas apakah kota Bangkok masih aman untuk dikunjungi. Perasaan antusias saya saat hendak melakukan solo traveling ke luar negeri pertama kali pun berubah menjadi khawatir dan gugup. Gugup kalau-kalau diri saya yang ingin tetap melanjutkan rencana ini, akan menemui ganjaran yang tidak baik.

Lalu apa yang saya lakukan? Setiap hari saya terus memantau kabar terkini tentang Bangkok dari media sosial. Hingga akhirnya sumber terpercaya yang ada di Bangkok menyatakan kota itu masih kondusif, maka saya memutuskan untuk tetap berangkat. Hasilnya? Di sana perjalanan saya ke beberapa tujuan memang sering disertai dengan hujan deras, namun syukurlah tidak sampai terjadi banjir parah, hanya jalan yang tergenang sampai batas mata kaki. Perjalanan tersebut pun menjadi salah satu yang saya kenang sampai sekarang, karena pertemuan dengan orang-orang asing yang menyenangkan.

Ada risiko yang diambil dalam sebuah perjalanan. Kenyataannya, hal ini akan membuat kita menjadi semakin pintar dan mawas diri. Risiko ada bukan untuk membuat kita gegabah dan jumawa dengan beranggapan kita pasti bisa melaluinya. Bukan. Menurut saya, risiko tercipta untuk menguji sejauh mana ketangguhan dan ketahanan mental kita. Saya tak akan mengambil suatu risiko jika saya tahu dengan jelas hal tersebut dapat menggugurkan rencana-rencana baik saya. Saya juga tak bisa mengatakan bahwa saya ulung dalam hal menjalani sesuatu yang berisiko. Tapi yang saya lakukan adalah meyakinkan diri saya dengan mengumpulkan setiap informasi yang diperlukan. Sampai suatu daerah dinyatakan benar-benar tertutup, saya rasa masih ada peluang untuk tetap melakukan perjalanan.

Saya tak mau buta dengan risiko, pun tak mau gegabah. Jadi sampai sekarang, saya terus memantau kondisi Jakarta sambil berdoa kota ini segera dipulihkan. Bukan hanya untuk tujuan rencana perjalanan saya, namun lebih-lebih untuk keselamatan kota ini. Kota tempat saya hidup dan meraih mimpi-mimpi saya. Kota yang menjadi penghubung untuk saya dapat menjalani passion saya. Dan saya juga beranggapan, memikirkan hal terburuk yang mungkin terjadi tak melulu menjadi sebuah doa yang jelek, namun agar saya bisa memikirkan antisipasi yang bisa saya lakukan jika hal tersebut terjadi. Toh jika akhirnya hal buruk atau risiko tersebut tidak terjadi, saya sendiri yang merasa lega. Tak ada kata rugi untuk sebuah persiapan antisipasi dini. :)

dinoy

Friday, January 18, 2013

Wayang Orang di Candi Arjuna


Di tengah menikmati kesejukan udara Dieng Plateau tepatnya di kompleks Candi Arjuna, saya dan rombongan melihat ada 5 pria berdandan selaku wayang orang sedang berpose di salah satu candi. Gatotkaca, Hanoman, dan... entahlah siapa nama tokoh 3 orang berpakaian hitam-merah yang tampak antagonis tersebut. Hanya dengan membayar lima ribu rupiah kami bisa berfoto dengan mereka, yang masih peduli menjaga kelestarian salah satu budaya Jawa. Wayang orang, bagaimana nasibmu kini? Adakah pemuda masih tertarik memerankanmu? :)

*artikel khusus untuk disubmisi dalam Turnamen Foto Perjalanan Ronde 11 oleh @nyonyasepatu yang bertema Culture/Heritage di nonikhairani.wordpress.com * :)